Thursday 12 August 2010

Semesta Menyapa

Maka pergilah ke alam bebas, sejenak pejamkan mata dan menghirup udara sedalam-dalam nafas

Bukankah ini menghadirkan kedamaian bagimu, bukankah kau rasakan kedamaian sebenarnya damai, ketenangan sebenarnya tenang?

Tidakkah engkau mendengar nyanyian kecil burung layang-layang api, sapaan lembut sang mentari, pun desiran angin yang sunyi, menyambutmu dengan keramahan yang terdalam

Karena mereka, alam semesta, sesungguhnya memanjatkan doa kepada Yang Maha Kuasa, untuk kebaikanmu, kita, dan semua umat manusia

Wednesday 11 August 2010

Kuabdikan Hidupku Kepada Bangsa Agar Dapat Menjadi Pelindung Bagi Anak dan Istriku

Jadi seperi ini ceritanya, ini bukan tentang gw yang tiba-tiba nikahin anak orang lantas punya anak, its not.

Kira-kira empat malam yang lalu, malam pertama kepulangan adik kecil gw (garpil) ke rumah setelah kurang lebih 2 minggu tidak pulang. Tubuhnya mengurus dan tampak tidak sekuat biasanya, matanya terlihat sayu, sekujur tubuhnya dipenuhi luka dan kotoran yang setelah keesokan harinya diidentifikasi bahwa garpil mengidap penyakit scabiesis -penyakit kulit yang disebabkan oleh Tungau notoedres cati (sejenis kutu)

Malam itu garpil tampak gelisah akibat gatal-gatal yang diterima tubuhnya (tungau ini menyerang lebih hebat pada malam hari), sehingga ia menjadi tidak bisa diam, dan akhirnya menjatuhkan bingkai yang berisikan sebuah tulisan :


KUABDIKAN HIDUPKU KEPADA BANGSA AGAR DAPAT MENJADI PELINDUNG BAGI ANAK DAN ISTRIKU

Meskipun sempurna dalam keinginan hatiku, pastilah kurang aku dalam hal mewujudkannya,
Sebagai seorang ayah aku ingin mengantarkan keluargaku ke pintu harapannya, tetapi sebagai insan yang sangat terbatas pastilah aku jauh dari kesempurnaan,
Dari sedikit aku menanam, aku berharap laksana menanam benih pohon kebaikan,
Aku telah tumbuh namun tidaklah tinggi tapi telah mengukir sejarah disekelompok orang,
Dapatkah engkau anak-anakku untuk meneruskannya agar engkau lebih tinggi dan besar juga berbuah, seraya pula dapat mengukir kebaikan, dihati jutaan orang.
Sesungguhnya orang-orang yang besar bukanlah hanya sekedar pintar dan kaya,
Orang besar yang sejati ialah orang yang dapat memberi manfaat kepada jutaan orang.

-Umar Hamzah



Sepenggal tulisan yang membuat gw terhenyak di tengah malam,
Sebuah pesan hangat mendalam yang coba disampaikan melalui sebuah tulisan,
Bahwa harapan seorang ayah terhadap anaknya setidaknya agar putra maupun putrinya tumbuh menjadi pribadi yang baik dan dapat berguna bagi orang lain,

Semoga setiap waktu yang kita lalui semakin menjadikan kita pribadi yang lebih dewasa dan berkualitas, sehingga kita tidak hanya menjadi sepotong tubuh yang hanya sanggup berjalan, melainkan juga bermanfaat bagi orang banyak,
Aminn

Sedikit mengutip ucapan Bapak Mario Teguh, "Mari kita berbuat baik terhadap sesama, lalu perhatikan apa yang terjadi"

Sedikit Catatan Perjalanan

Selat Mentawai, 26 Februari 2010 01.56
Kurang lebih 9 jam kapal ini sudah bergerak dari Pelabuhan Muara menuju Pelabuhan Pokai,
aku terbangun dari tidurku, kukenakan jaket yang sebelumnya masi tersimpan rapi di backpack, menuju buritan kapal seorang diri, untuk menikmati sisa perjalanan kapal ini.
Malam ini ombak cukup tenang, meski angin laut berulang kali merasuk poripori kulit yang sudah terbungkus dua lapis pakaian ini, belum lagi rintikan hujan yang turun mencoba membasahi selasar kapal ini.
Ditemani sebatang rokok dan sebotol air putih, aku mencoba mengingat-ingat obrolan sore tadi dengan dua orang sahabatku, serta Pak Yoto Widodo, salah seorang mahasiswa S3 di salah satu perguruan tinggi negeri Jogjakarta, yang akan menjadi partner kerjaku di Desa Malancan, Kec. Siberut Utara, Kab. Kep. Mentawai nanti.
Karakternya cukup tenang, cenderung pendiam, serta tidak terlalu banyak kata-kata yang meluncur dari bibirnya.
Tapi tidak sore tadi, ketika kami mendengar beliau adalah salah seorang sarjana lulusan filsafat, kami 'memaksa' beliau untuk banyak bercerita tentang jurusan beliau sewaktu sarjana dulu


Aku dan sahabat-sahabatku memang senang berdiskusi, membicarakan hal-hal sepele yang sering kali bagi kebanyakan orang tidak penting untuk dibicarakan; tapi ternyata ini tidak sebatas apa yang dibahas, juga bukan hanya tentang tema yang didiskusikan, tapi lebih bagaimana kami berpikir dan mengapa kami berpikir; seperti yang diucapkan René Descartes -seorang filsuf kelahiran Perancis di akhir abad ke-15 yang dikenal sebagai penemu filsafat modern- "Cogito erga sum" yang berarti "Aku berpikir maka aku ada",

Dan untuk aku yang cukup menyenangi dan sedikit mendalami filsafat, sedikit banyak mengetahui tujuan dari ilmu ini sore tadi, bahwa menurut Yoto Widodo bahwa tujuan dari mempelajari filsafat yaitu bukan melulu tentang apa-apa yang dipelajari, namun lebih penting menjadikan kita pribadi yang memiliki pola pikir yang luas, tidak melihat masalah hanya dalam satu sudut pandang, tidak emosional dan tidak cepat dalam mengambil kesimpulan.
Sebuah jawaban yang sungguh aku cari setelah aku berhenti pada pemikiran : bahwa sering kali hal-hal yang aku tanyakan sesungguhnya adalah hal-hal yang tak terjawab, tapi ternyata bukan di mana menemukan jawabannya esensinya, bukan pula tentang jawabannya, melainkan lebih kepada prosesnya, proses berpikir kita.
***


Padang, Sumatera Barat, 4 Maret 2010, kantor HPH PT.SSS
Selesai sudah 7 hari perjalananku di Pulau Siberut Utara, setelah menempuh perjalanan pulang bersama KM. Pulau Simasin selama ± 5 jam menuju Pulau Siberut Selatan, sebelum 630 menit berikutnya menuju Pelabuhan Muara, Padang.
Malam ini aku dan kawan-kawan akan segera melanjutkan perjalanan kembali ke tanah Jawa.

Seperti itulah sebuah perjalanan, selalu mengajarkan kita untuk melihat lebih luas sisi lain kehidupan -terutama sudut-sudut yang tak terjamah oleh mata dan kamera, menjadikan kita lebih kuat dalam hati, bersabar dalam ucapan, serta menuntun kita untuk pantang berkeluh kesah,

Semoga bermanfaat, dan

Sampai berjumpa kembali :D

Sedikit Catatan Penghantar Tidur

ini tentang hidup seorang anak manusia yang selalu mencoba memahami semua hal yang pernah dialaminya, dirasakannya, dan diterimanya.

adalah benar adanya jika dia beranggapan bahwa hidup seorang manusia pada dasarnya telah 'dikotakkan' oleh aturan-aturan, norma-norma, kebudayaan-kebudayaan, apapun lainnya yang terdeferensiasi dari orang-orang sebelumnya.
bahwa kenyataannya tidak akan ada kebebasan sejati dalam sebuah kehidupan.

tidak akan habis pertanyaan-pertanyaan tentang tuhan, semesta dan isinya melainkan dibalas dengan pertanyaan. karena dia sungguh memahami bahwa jawaban dari semua pertanyaan yang tak terjawab hanyalah iman.
apakah tuhan ada, apakah ada kehidupan setelah kematian, dan apakah-apakah lainnya yang tidak seorang pun dapat menjamin jawabannya, sesungguhnya hanya akan terjawab oleh apa yang dipercayai seseorang. setidaknya untuk dirinya sendiri.

menurutnya kenikmatan yang sejati adalah ketika kita menyadari, merasakan, meresapi, menghayati, betapa luarbiasanya kesempatan hidup yang telah tuhan berikan untuk kita.

bahwa kita tidak dapat merasakan hidup tanpa menyadari bahwa nantinya harus mati. namun sama mustahilnya bagi kita untuk menyadari bahwa kita harus mati tanpa memikirkan betapa menakjubkannya hidup (jostein gaarder)

23.57 wib 8 november 2009.
tepat 9 hari mengenang wafatnya Letkol H. Mohammad Ani.

Mungkin Akan Datang Suatu Masa Ketika DORAEMON Adalah Sesuatu Yang Biasa

Berawal dari buka puasa bersama temen-temen komplek rumah gw minggu lalu; besoknya buka puasa bersama temen-temen IPA sewaktu SMA; 4 hari yang lalu gw buka puasa bersama temen-temen satu jemputan waktu SD; hari ini berencana buka puasa bersama temen-temen sekelas semasa tingkat satu di perkuliahan; juga buka puasa bersama temen-temen satu tongkrongan –asik yah anak nongkrong.ahahaa– sewaktu di SMA yang akan dilaksanakan dalam beberapa waktu ke depan yang gw fikir tidak akan jauh berbeda dari buka bersama yang udah-udah sebelumnya.
Semuanya hanya akan membawa memori kepada kita, pada suatu masa, ketika kita –gw dan teman-teman, mengingat-ingat, membicarakan, membahas, menertawakan, apapun, yang dulu pernah terjadi ketika kita masih menjalani hari-hari bersama. Sebuah memori yang membekas dalam ingatan, hanya dalam ingatan, karena cerita-cerita tersebut kini sungguh sudah tidak ada. Cerita-cerita yang sudah lama mati, tapi tetap dan akan selalu hidup dalam sebuah ingatan, dalam potongan-potongan kecil dalam setiap kepala, yang hanya akan terasa benar-benar hidup ketika potongan-potongan tersebut disatukan.

Tentang kenangan, tentang memori, tentang masa lalu, tentang kita di masa itu.
Lalu dimana kita di masa lampau itu berada, sekarang?

Sungguh terlalu mengerikan untuk kita berfikir bahwa kita, manusia, seluruh yang ada di dunia hanyalah lembaran-lembaran kehidupan yang sebenarnnya tidak pernah hidup sama sekali. Mari membayangkan seandainya kita yang ada di masa lampau sesungguhnya tetap ada, tetapi hanya berbeda dimensi waktu dengan kita yang sekarang, meski kita yang sekarang merupakan output dari kita yang lampau. Coba fikirkan kita satu jam yang lalu sebenarnya tidak sama dengan kita saat ini, kita pada pukul 21:00:00 ternyata bukan kita pada pukul 20:59:59 atau dengan kata lain, bahkan sedetik yang lalu pun sesungguhnya sebuah wujud yang berbeda dari satu detik setelahnya. Tentu dapat di tarik sebuah kesimpulan bahwa kita tidak jauh berbeda dengan proses pembuatan gambar kartun, yang terkesan hidup, bergerak, bernyawa, tapi sesungguhnya hanya lembaran-lembaran kehidupan yang tidak lain hanya seolah hidup karena terjerat dimensi waktu yang saling berbeda namun begitu berkaitan.

Sebuah sudut pandang yang cukup berbeda dari kebanyakan, karena gw percaya, sekali lagi, karena gw percaya, bahwa kita tidak hanya sekedar lembaran-lembaran tidak hidup seperti yang tadi gw sebutkan.
Entah bagaimana menjawab pertanyaan yang sempat muncul di awal tulisan ini tadi, tapi sesungguhnya kita yang sekarang hanyalah sebuah bentuk implikasi dari kita yang sebelumnya. Bahwa kita di masa mendatang hanyalah sebuah tanggung jawab dari kita saat ini, begitu seterusnnya.
Entah berada dimana kita yang lampau atau kita masa depan saat ini, tapi kenyataannya ‘mereka’ adalah suatu kesatuan, saling berkorelasi, membentuk hubungan, bahkan saling sebab-akibat.

Ketika manusia berbicara mengenai sebuah masa, entah masa lalu atau masa mendatang, tentu akan bersinggungan dengan variabel waktu, sebuah dimensi yang amat sulit untuk di deskripsikan. Dulu *entah berapa tahun yang lalu* gw selalu menegaskan bahwa satu-satunya variabel pasti yang ada di dunia adalah variabel waktu, karena hanya waktu yang terus berjalan, selalu bergerak, mengalir, pelan, pasti.

Mungkin sudah menjadi rahasia umum, ketika dalam gelap malam kita melihat gemerlap bintang dalam bentang langit yang terhampar begitu luas jauh di atas kepala kita, bahwa sebenarnya bintang yang kita lihat tersebut bukan merupakan bintang yang kita lihat saat itu juga, melainkan bintang yang ada saat jutaan bahkan mungkin milyaran tahun yang lalu, yang bisa jadi ketika kita melihatnya sesungguhnya bintang tersebut sudah tidak ada, hancur, atau bertumbukan dengan bintang lain, tetapi hanya saja cahayanya baru sampai di mata kita. Kecepatan cahaya yang ‘hanya’ 300 ribu km per detik itu ternyata baru sampai di bumi setelah berjuta-juta atau bahkan bermilyaran tahun yang lalu.
Dengan kata lain, cahaya bintang yang kita lihat sesungguhnya hanyalah sebuah bayangan dari masa lalu. Bahwa dengan melihat bintang tersebut sebenarnya kita telah melihat masa lalu.
Berangkat dari teori sederhana ini, seandainya kita aplikasikan ke dalam rentang kehidupan di bumi pada masa lampau hingga saat ini, mungkinkah –jika sekarang belum– suatu saat nanti manusia mampu menciptakan teknologi untuk pergi ke masa lampau dan masa mendatang dengan menembus dimensi waktu. Jika kita mampu melihat masa lalu melalui bintang di langit, apakah suatu saat nanti ada kemampuan untuk mengetahui masa lalu dalam sebuah kehidupan, kembali dan melihat orang-orang di masa sekarang –yang sesungguhnya akan menjadi masa lalu bagi orang-orang di masa mendatang– dengan menembus dimensi waktu. Siapa yang dapat menjamin bahwa Fujiko F. Fujio (pengarang komik Doraemon) hanya berimajinasi dengan mesin waktunya, pintu kemana saja, dan baling-baling bambunya? Siapa yang dapat memastikan bahwa Akira Toriyama (pengarang komik Dragon Ball) hanya menceritakan sebuah kisah fiktif, ketika pada bagian salah satu tokoh certianya yaitu trunks, ternyata mampu kembali ke masa lalu, masa saat dia belum terlahir di dunia?
Meski bagi gw ini hanyalah gagasan yang tidak cukup pintar untuk diangkat, yang gw dapat dari sebuah pemikiran seorang sahabat setelah berhasil membaca novel Harry Potter melalui sudut pandang yang berbeda, Apakah bukan sebuah kemungkinan bahwa hasil karyanya melalui bacaan untuk anak-anak tersebut sebenarnya merupakan inspirasi yang di dapat dari orang-orang masa depan? Terlepas entah seperti apa mereka mentransfer gambaran tentang kehidupan di era-nya itu kepada orang-orang saat ini melalui seorang pengarang komik.
Dan, siapa yang mampu menjamin bahwa tulisan yang gw keluarkan dari sebongkah gumpalan kecil di kepala sebagai pusat syaraf –melalui tangan– ini semua, sebenar-benarnya hanya merupakan imajinasi dari gw seorang?

***
Ini hanya sepenggal pemikiran yang pernah ada dalam kepala gw, yang mungkin setiap orang juga pernah merasakan hal yang kurang lebih, bahkan sama seperti yang gw rasakan.
Gw sedikit tarik sebuah pesan positif dari tulisan di atas, bahwa hanya dengan melakukan yang terbaik lah untuk kita mendapatkan apa-apa yang terbaik, bahwa kita di masa depan –entah besok, lusa, tahun depan, atau beberapa tahun lagi– tidak lain hanyalah bentuk implikasi dari kita saat ini, dan kita saat ini lah yang sepenuhnya bertanggung jawab untuk kita di masa depan, seperti favorite quote gw ‘takdir seseorang adalah atas apa yang telah di perbuat, terlepas ada ketentuan ALLAH yang tidak dapat di ganggu gugat’.
Dan mengenai kebenaran sejati yang sempat gw singgung sedikit di note sebelum ini, gw sedikit menggeser pemahaman mengenai kebenaran sejati, bahwa kebenaran sejati sesungguhnya hanyalah sebuah bentuk kepercayaan terhadap sesuatu yang di anggap benar. Atau seperti ini, bahwa sesuatu yang di anggap, di yakini, di percaya benar, akan menjadi sebuah kebenaran bagi seseorang, karena kebenaran sejati tidak lain hanya merupakan hubungan emosional antara manusia dengan sesuatu yang di percaya, di yakini, dan di anggap benar.
Mantan presiden RI Soekarno pernah berucap ‘Bangsa yang kerdil adalah Bangsa yang tidak pernah belajar dari sejarahnya’, jika pernyataan ini diterapkan dalam kehidupan manusia mengenai kebenaran yang hakiki, bunyinya mungkin menjadi seperti ini ‘manusia yang bodoh adalah mereka yang tidak mampu menarik ilmu dari orang-orang sebelum mereka’.
Mari temukan kebenaran sejati, dengan sejarah yang ada.

Terlalu amat sangat banyak pertanyaan malam yang telah gw ajukan, yang gw fikir tidak akan pernah gw temukan jawabannya.
Hanya karena alam semesta dan isinya terlalu sempurna untuk di ketahui seluruhnya oleh manusia.

Sungguh aku tidak pernah ingin menyembunyikan ke-Maha Agung-an Mu Tuhan.
Khairul Umam Gunawan, 14 September 2009.

For What Life Is

Gw fikir,hidup itu adalah layaknya sebuah buku.
gw buka lembaran kosongnya, gw isi dengan warna warni kehidupan, gw tulis, simpan, rubah, hapus, semua yang terdapat di dalamnya. Dan gw percaya bahwa suatu saat nanti –sebelum gw bener-bener menutup buku kehidupan– ada lembaran yang sudah lewat, yang saat ini harus gw tutup, yang akan gw buka lagi suatu saat. Tapi tidak untuk sekarang.

Riau, kabupaten siak, kecamatan minas, distrik gelombang pt.arara abadi, 12 juli 2009, 00.04 am.
Gw ga pernah berhenti berfikir mengenai esensi dari sebuah kehidupan. Apa itu hidup? Untuk apa hidup? Dan kenapa ada hidup jika suatu saat harus mati?
Pertanyaan-pertanyaan yang terus membuat hidup menjadi sangat luarbiasa, gw bisa terlalu kalah didalamnya juga membuat gw selalu menang dan ingin bertahan. Gw jatuh, senang, sedih, bahagia, kecewa, bangga, jatuh lagi, sedih lagi, senang lagi, kecewa lagi, bahagia lagi. Berulang-ulang. Berulang-ulang. Tapi gw percaya sekali bahwa ada keteraturan di dalamnya. Tidak akan pernah ada kebahagiaan jika tidak pernah merasakan kesedihan, juga sebaliknya. Tidak ada sesuatu pun yang baik di dunia jika kita tidak pernah mengatahui apa-apa yang buruk.
Hidup itu milik Tuhan, tapi kita yang menjalaninya, kita yang menentukan arahnya, sepenuhnya kita, dengan rules of the game yang ada.
Tuhan tidak sedang bermain dadu (Albert Einstein), segala keteraturan yang ada di dunia bukanlah sebuah kebetulan semata. Berawal dari sebuah ledakan BigBank yang merupakan titik awal dari terbentuknya dunia, sampai saat ini dan entah kapan nanti, ada keteraturan yang sangat jelas, pasti, di dalamnya.

Khairul umam gunawan, 21tahun 173hari.
Selama itu ada di dunia, sudah begitu banyak orang-orang yang gw temukan, mereka yang tidak pernah berhenti untuk berandil dalam buku kehidupan gw, entah itu hal baik pun hal buruk.
Semua ada dan pernah ada dalam hidup gw. Terimakasih buat semua yang pernah ada dan mengisi buku kehidupan gw, terutama keluarga gw yang luarbiasa, orang-orang yang pernah –dan sampe saat ini– udah jadi sahabat terbaik buat gw, semua yang pernah mengajari, mendorong, mengingatkan, memberi gw sesuatu apapun itu.
Ini bukan salam perpisahan atau apapun karena gw bukan mau bunuh diri, gw cuma baru aja flashback dan menertib ulang kembali rentetan kehidupan yang udah gw jalanin sampe detik ini.
Gw begitu sadar, dari kali pertama gw ada di dunia sampai detik ini, ada sekian banyak hal yang datang dan pergi dari kehidupan gw, sangat tidak sedikit lingkungan di sekeliling gw yang udah membentuk gw menjadi pribadi seperti saat ini. Begitu banyak ide-ide yang berkembang di sekitar gw, yang telah mampu mengajari gw berbagai hal.
Gw hanya ingin terus belajar– belajar kembali menjadi seorang ‘putih, bersih, tanpa dosa’ seperti ketika pertama kali gw ada di dunia, setelah baru saja terlintas di pikiran gw pertanyaan-pertanyaan : Mengapa disaat manusia tumbuh, berkembang, menjadi dewasa, mempunyai pikiran, justru semakin merosot nilai-nilai ‘putih’ yang ada, semakin banyak kesalahan yang diperbuat, semakin banyak cela yang terlihat? Mengapa manusia dewasa lebih buruk ketimbang ketika mereka baru terlahir di dunia? Padahal manusia dewasa telah dianugerahi pikiran tidak seperti ketika dia baru terlahir di dunia. Apa kemampuan berpikir justru menjatuhkan nilai-nilai dari seorang manusia? Apa manusia diciptakan untuk menjadi menurun nilainya dari sebuah proses kedewasaan yang dialaminya? Jika benar, apa ada parameter yang bisa menentukan kemerosotan nilai-nilai tersebut? Karena sampai detik ini belum bahkan tidak ada kebenaran sejati, dimana hanya ada kesepakatan bersama yang dibentuk oleh sekeliling manusia itu sendiri, darimana nilai-nilai itu ada? Karena kenyataannya alam tidak menghukum langsung orang-orang yang berbuat ‘salah’.

02.19 am, masih ditemani secangkir kopi susu hangat plus marlboro merah gw yang hampir abis.
Disini gw tidak bermaksud mencoba membahas sesuatu apapun, karena gw hanya mengisi waktu kosong di pagi ini karena kebanyakan tidur di beberapa waktu sebelum ini, gw hanya jadi tambah lebih banyak berpikir mengenai seputar kehidupan.
Tidak sedikit yang sudah gw lewatkan, dan sikon yang gw alami sekarang begitu membuat gw menjadi lebih sensitif, jauh lebih, sehingga membuat gw semakin melebur bersama apa saja yang terlintas di kepala gw, gw berpikir seputar masa lalu, masa mendatang, pendidikan, cita-cita, keluarga, realita, cinta, persahabatan, kasih sayang, dilema, dan apapun. Dan itu semua adalah esensi dari HIDUP. Hidup merupakan suatu kekuatan paling dinamis yang pernah ada, terus berputar, mengalir, mengikuti irama para pelakonnya. Hidup juga sesuatu yang amat sulit dimengerti, namun meskipun demikian memaksa setiap orang untuk menjalaninya, terlepas tidak sedikit pula orang-orang bodoh yang membunuh hidupnya karena merasa tidak sanggup untuk menjalaninya.
Gw blum lama ini baru saja melewati titik terendah yang pernah gw alami yang pernah ada selama hidup sampai saat ini, belum pernah sebelumnya gw merasa berada sebegitu bawah, jatuh, terperosok, jauh ke dalam, gelap, sunyi, sendiri, sebelumnya. Menurut gw hanya ada missed yang begitu banyak terjadi, baik itu pengertian, komunikasi maupun keadaan. Cukup banyak momen yang tidak tepat yang secara bersamaan datang di waktu yang sangat tidak tepat, hingga akhirnya membuat gw terjebak, berkutat, berfikir, dengan kondisi yang tidak sepenuhnya dalam keadaan sadar. Banyak proses di dalamnya, banyak yang harus gw korbankan untuk melalui itu semua.
Dan yang gw mengerti sekarang bahwa kegagalan sejatinya hanya akan menjadikan sebuah inspirasi bagi sebuah kebaikan, bahwa dengan terjatuh sesungguhnya hanya akan membuat kita berfikir bagaimana untuk bangun.
Ada sedikit catatan untuk mereka yang sedang terjatuh dalam hidup, gw pernah baca comment di notes salah seorang temen gw, bahwa setiap masalah yang menjatuhkanmu, selama itu tidak membunuhmu, hanya akan membuatmu menjadi lebih kuat. ini begitu sinergis dengan pepatah ANDA ADALAH SEBESAR MASALAH ANDA. Percayalah, semakin besar masalah yang dihadapi, akan semakin besar seseorang, karena sejatinya masalah itu ada untuk orang-orang yang berjuang dalam hidupnya, orang-orang yang terus belajar, baik dari sebuah keterpurukan, maupun keberhasilan.


Atas kesempatanMu untuk hidupku,
Atas ketidakmampuanku memikirkanMu,
Sujudku dari hambaMu ya Rabb, Tuhan semesta alam.

The Road Not Taken (Jalan Yang Tidak Kutempuh)

Dua jalan bercabang dalam remang hutan kehidupan,
Dan sayang aku tidak bisa menempuh keduanya
Dan sebagai pengembara, aku berdiri lama
Dan memandang ke satu jalan sejauh aku bisa
Ke mana kelokannya mengarah di balik semak belukar;

Kemudian aku memandang yang satunya, sama bagusnya,
Dan mungkin malah lebih bagus,
Karena jalan itu segar dan mengundang
Meskipun tapak yang telah melewatinya
Juga telah merundukkan rerumputannya,

Dan pagi itu keduanya sama-sama membentang
Di bawah hamparan dedaunan rontok yang belum terusik.
Oh, kusimpan jalan pertama untuk kali lain!
Meski tahu semua jalan berkaitan,
Aku ragu akan pernah kembali.

Aku akan menuturkannya sambil mendesah
Suatu saat berabad-abad mendatang;
Dua jalan bercabang di hutan, dan aku-
Aku menempuh jalan yang jarang dilalui,
Dan itu mengubah segalanya.


Robert Frost [1916]